BNPT dan Keganjilan Isu ISIS di Indonesia


Oleh: Abu Ahmad al-Ghifari, Kritikus Proyek War on Terrorism
AKHIR-akhir ini, media nasional ramai-ramai mengangkat persoalan ISIS. Video seorang pengikut ISIS asal Indonesia menjadi bulan-bulanan di seantero bangsa. ISIS yang menimbulkan kontroversi di Suriah menjadi momentum empuk Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) untuk menggiring opini bahwa mujahid seperti itu. Kerap melakukan teror, mudah mengafirkan, dan bertindak penuh dengan kekerasan terhadap sesama muslim.

Arahnya jelas: membendung upaya jihad global abad 21.
Saya tidak setuju ISIS, saya pun mengkritik upaya-upaya ISIS dalam pemaksaan baiat kepada warga Suriah. Tapi saya juga tidak setuju Islam dikambinghitamkan dengan cara menjadikan “ISIS di Indonesia” korban kepentingan pragmatisme BNPT dalam proyek War On Terrorism.
Arah BNPT menjadikan ISIS dalam sample proyek war on terrorism terlihat jelas dengan “menjual” nama Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sebagai icon ISIS di Indonesia. Secara serempak media-media massa mengangkat nama Ustadz asal Solo ini tanpa mau menginvestigasi lebih jauh apa yang sebenarnya terjadi di Lapas Nusa Kambangan (NK).
Menurut keterangan Amir Binyabah JAT, Ustadz Achwan, Senin (4/8) di Tv One, ada grand design dari pihak tertentu agar Ustadz Abu berpikiran takfiri. Hal ini persis rencana proyek RAND Corporation dalam memperburuk citra mujahidin, bahwa jika seorang mujahid gagal dideradikalisasi, maka diradikalkan sekalian. Dan momentum ini sangat pas dengan beberapa potensi pemikiran takfiri pada beberapa penghuni Lapas Nusa Kambangan.
Pertanyaannya adalah apakah BNPT tidak tahu masalah dan fakta ini? Sangatlah naif jika BNPT tidak mengetahuinya. Sebab BNPT memiliki kontrol untuk mengawasi Nusa Kambangan. Jika memang BNPT sudah mengetahuinya, kenapa dibiarkan? Maka jangan salahkan umat untuk bertanya-tanya: apakah ini yang diinginkan BNPT dan “pembiaran” mereka adalah bentuk “kesengajaan”?
Keheranan umat Islam, minimal saya, semakin bertambah ketika terbetik kabar bahwa sebenarnya JAT sudah berusaha untuk memindahkan Ustadz Abu dari NK.
Melalui permohonannya kepada pihak berwenang, JAT berharap agar rencana ini diloloskan agar Ustadz Abu tidak dikelilingi pemikiran takfiri. Namun, ironisnya, langkah jitu JAT tidak juga diloloskan. Ada apa? Apakah memang ini sudah menjadi skenario intelijen untuk memperburuk citra Ustadz Abu di mata umat?
Sebelumnya beredar foto Ustadz Abu bersama penghuni lapas dengan mengibarkan bendera khas ISIS.
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan Direktorat Keamanan dan Ketertiban Kemenkum HAM, diketahui, Ustadz Abu membaiat para napi pada 18 Juli 2014. “Bukan di musala, di tempat ruangan mereka di blok hunian,” ujar dia.
Namun yang menarik adalah berdasarkan laporan yang diterima, Ustadz Abu melakukan baiat atas desakan sejumlah napi yang mendukung ISIS. “Kita klarifikasi ke Ba’asyir menanyakan itu. Dijawab saya (Ba’asyir) tidak setuju tapi ditekan terus dengan yang ingin bergabung dengan ISIS. Akhirnya dia (Ba’asyir) mau juga membaiat,” sambung Hermawan.
Nah jika memang Ustadz Abu berada dalam posisi didesak mengapa BNPT tidak mengungkap siapakah sebenarnya aktor sesungguhnya di balik ini semua?
Ustadz Achwan, masih dalam pernyataannya di Tv One, menyebut-nyebut nama Ustadz Aman Abdurrahman sebagai tokoh di Indonesia yang paling gencar mempromosikan ideologi ISIS.
Melalui situs pribadinya Millahibrahim.wordpress, Ustadz Aman secara massif mempropagandakan pentingnya berbaiat kepada ISIS. Bahkan yang lebih mencengangkan hal itu dilakukan beliau dari balik penjara dengan fasilitas seperti laptop dan Blackberry. Di sebuah lapas yang berstatus secret security.
Direktur CIIA Harits Abu Ulya di sebuah media Islam mengatakan, Ustadz Aman Abdurrahman dari Lapas Kembang Kuning-Nusa Kambangan via telpon rutin melakukan komunikasi dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Di situlah Ustadz Abu dibombardir info tanpa bisa melakukan filterisasi.
Hal inipun juga diakui oleh Ustadz Achwan bahwa ada upaya penjejalan informasi dari Ustadz Aman beserta murid-muridnya kepada Ustadz Abu agar mendukung ISIS. Namun nama Ustadz Aman seperti luput dari sorotan pemberitaan media massa.
Menurut Anggota JAT buku-buku dari mereka kepada Ustadz Abu untuk membentengi pemikiran takfiri juga dihambat oleh pihak Lapas. Padahal hal itu penting untuk dimiliki Ustadz Abu agar beliau mampu memfilter informasi dan terbentengi dari pehamahaman yang ekstrem.
Namun lagi-lagi, usaha hanya tinggal usaha. Dan upaya menggiring Ustadz Abu ke arah pemikiran takfiri terus berlangsung selama 24 jam. Dan JAT yang dituding tanpa henti sebagai organisasi “teroris”, justru berada di garda terdepan untuk melindungi Ustadz Abu dari pemahaman takfirisme.
Pertanyaannya di manakah BNPT? Benarkah mereka serius untuk menghadang fenomena ISIS di Indonesia?
(islampos)